Silase adalah suatu produk yang dihasilkan dari pemanenan
tanaman makanan ternak/hijauan pada kadar air (moisture content) yang tinggi
(lebih besar dari 50%) kemudian hasil panen tersebut difermentasikan dalam
lubang, menara (tower), parit (trench), atau plastik silo. Idealnya, proses ini
harus terjadi tanpa kehadiran oksigen (total absence of oxygen). Proses
fermentasi dalam pembuatan silase dibantu oleh mikroorganisme dalam kondisi
anaerob/hampa udara (air tight) yang mengubah karbohidrat atau gula tanaman
(plant sugars) menjadi asam laktat oleh Lactobacillus Sp. Silase dapat menekan
proses aktivitas bakteri pembusuk yang akan menurunkan mutu hijauan sehingga
dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengetahuan tentang fermentasi hijauan
dengan mengunakan silase diperkirakan telah berusia lebih dari 3000 tahun.
Beberapa silo (tempat pembuatan silase) telah ditemukan pada reruntuhan
Chartage yang mengindikasikan bahwa silase telah dibuat di sana sekira 1200
tahun sebelum masehi. Tercatat pula bahwa bangsa Jerman pada abad pertama telah
menyimpan hijauan makanan ternak dalam lubang di tanah. Pada pertengahan abad
ke-19, silase rumput dan gula bit telah menyebar ke Eropa (Siefers, 2000).
Hijauan yang melebihi kebutuhan dan melimpah di musim hujan
jika dibiarkan di udara terbuka akan terjadi penurunan nilai gizi yang
disebabkan mikroorganisme aerob. Oleh karena itu, hijauan perlu diawetkan
dengan pembuatan silase. Hijauan seperti batang dan daun jagung (Zea mays)
sudah dipakai meluas sebagai bahan pembuatan silase. Hijauan terbaik yang telah
diperoleh tersebut harus dipotong atau dicacah terlebih dahulu sebelum
pembuatan silase dengan maksud untuk meningkatkan volume dan mempercepat proses
fermentasi. Setelah itu, hijauan harus segera dimasukan kedalam silo dengan
kepadatan tinggi kemudian ditutup dengan cepat untuk mencegah masuknya oksigen.
Di dalam silo inilah hijauan akan difermentasi atau diawetkan sampai tiba saat
diberikan pada ternak.
Republished by Sapi kurban 2013 harga murah Cipelang Farm
Pembuatan silase memang sederhana, namun jika dilihat dari
aspek teknologi maka di dalam pembuatan silase ini terdapat proses fermentasi
dan proses-proses lain yang sangat kompleks dimana melibatkan faktor
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Proses pembuatan silase dinamakan ensilase.
Prinsip dasarnya adalah fermentasi dalam kondisi asam dan anaerob. Dua kondisi
tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam pembuatan silase. Beberapa aspek
yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan silase antara lain kandungan
oksigen dalam silo, kandungan gula dan air pada bahan, dan temperatur.
Penghilangan oksigen ini sangat penting karena menurut Dr. Wayne K. Coblentz, sel
tumbuhan tidak langsung mati pada saat pemanenan, namun sel tersebut terus
bernapas. Apabila oksigen masih terdapat pada silo, maka gula (plant sugars)
akan teroksidasi (oxidized) dan hal ini sangat merugikan karena gula sangat
esensial dalam fermentasi sehingga oksidasi ini harus dicegah dengan cara
pengeluaran oksigen. Oksidasi gula tanaman pun akan menurunkan nilai energi
dari hijauan dan secara tidak langsung akan meningkatkan komponen serat yang
memliki kecernaan rendah bagi ternak. Oleh karena itu, kandungan oksigen dalam
silo harus dibatasi sehingga tercipta kondisi anaerob. Gula pada hijauan
berguna sebagai substrat primer (primary substrate) bagi bakteri penghasil asam
laktat yang akan menurunkan pH atau derajat keasaman (acidity) pada silase sehingga
silase akan stabil dan awet pada waktu yang lama. Apabila kandungan gula pada
bahan ini rendah, maka fermentasi tidak akan berjalan sempurna. Hal tersebut
dikarenakan ketidakhadiran bakteri penghasil asam laktat. Fermentasi akan
berlangsung secara maksimal pada saat gula tersebut difermentasi oleh bakteri
penghasil asam laktat. Pembuatan silase dalam skala besar dengan jumlah yang
sangat banyak, harus dilakukan pemilihan hijauan/bahan yang memiliki kandungan
gula tinggi. Jika kandungan gula pada hijauan kurang, maka perlu dilakukan
penambahan zat aditif untuk sumber substrat (substrate sources) bagi bakteri
penghasil asam laktat. Aditif yang digunakan tentu harus merupakan bahan yang
mengandung gula yang salah satunya adalah molases (produk sampingan dari
ekstraksi gula yang berasal dari tumbuhan). Bahan aditif lainnya bagi silase
biasanya berupa bakteri inokulan (bacterial inoculants) dan enzim. David K.
Combs, dari University Wisconsin-Madison menggolongkan bakteri inokulan silase
menjadi dua, yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif.
Bakteri homofermentatif merupakan bakteri yang umum dalam menghasilkan asam
laktat, contohnya adalah Lactobacillus plantarum, L. Acidophilus, Pediococcus
cerevisiae, P. Acidilactici dan Enterococcus faecium. Organisme ini telah
menunjukan kemampuannya dalam menurunkan pH selama proses fermentasi,
mengurangi tingkat kehilangan bahan kering (dry matter) silase, sehingga
performans ternak dapat meningkat. Namun, silase yang difermentasi dengan
bakteri homofermentatif ini kurang stabil ketika diekspos ke udara karena asam
laktat yang dproduksi oleh bakteri homofermentatif ini dapat dimetabolis dengan
cepat oleh beberapa spesies ragi (yeast) dan jamur (mold).
Republished by Sapi Qurban 2103 harga murah Cipelang Farm
Bakteri heterofermentatif dapat menghasilkan asam laktat dan
asetat dalam proses fermentasi, contohnya adalah Lactobacillus buchneri.
Bakteri heterofermentatif ini dapat mengurangi pertumbuhan ragi dan silase akan
terlindung oleh suhu yang tinggi saat diekspos ke udara. Keuntungan ekonomis
dari penggunaan Lactobacillus buchneri sebagai inokulan bergantung pada jumlah
hijauan yang dapat disimpan dengan mengurangi penyusutan (losses) yang
diasosiasikan dengan ketidaksatabilan aerob. Kandungan air pada bahan merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Kandungan air yang
optimal pada bahan dalam keadaan segar berkisar antara 60-70% atau 65%. Dalam
persentase air sebanyak itu akan sangat mendukung dalam proses fermentasi dan
penghilangan oksigen pada silo saat pengemasan. Persentase kandungan air yang
terlalu tinggi pada bahan akan menyebabkan tingginya konsentrasi asam butirat
(butiryc acid) dan amonia, silase seperti ini akan memiliki keasaman yang
kurang (pH tinggi). Hal tersebut akan menyebabkan bau yang menyengat pada
silase sehingga tidak akan dikonsumsi oleh ternak. Kelebihan kandungan air pada
bahan pun akan menyebabkan fermentasi clostridial yang tidak diinginkan.
Pengontrolan temperatur silase sangat penting dilakukan agar
berlangsung proses fermentasi karena pengontrolan temperatur sangat mendukung
dalam pembentukan asam laktat. Reaksi antar gula (sugars) dengan oksigen akan
menghasilkan karbondioksida, air, dan panas (heat). Untuk mengurangi suhu yang
tinggi, maka harus dilakukan pengeluaran oksigen dari silo. Temperatur silase
harus dipertahankan dimana fermentasi dapat berjalan secara optimal dan
pembentukan bakteri asam laktat dapat berlangsung. Apabila beberapa aspek tadi
telah diperhatikan dengan baik, maka kemungkinan akan diperoleh silase dengan
kualitas baik pula. Dinas Peternakan Jawa Barat memiliki standar kualitas
silase yang baik dan layak untuk menjadi pakan ternak. Ada empat indikator yang
digunakan dalam menilai kualitas tersebut, yaitu wangi, rasa, warna, dan
sentuhan. Silase yang baik memiliki wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam,
sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya dengan rasa yang manis dan terasa
asam seperti youghurt. Warna kualitas silase yang baik adalah berwarna hijau
kekuning-kuningan dan kering. Meskipun demikian, silase tidak akan pernah lebih
baik dari hijauan aslinya karena adanya sejumlah tertentu zat makanan akan
hilang selama proses fermentasi yang berjalan tidak sempurna. Silase pun
bersifat slighty laxative atau bersifat pencahar yang dapat disebabkan bahan
aditif seperti molases dengan kandungan kalium tinggi sehingga pemberian silase
sebaiknya dicampur dengan hijauan kering (dry roughage) non-legum yang bersifat
constipaty.
Parameter Kualitas Silase yang baik dan layak sebagai pakan
ternak
Pengeringan Tanaman Pakan Ternak
Hay adalah pengawetan hijauan pakan ternak (misalnya :
rumput gajah, rumput raja, batang dan daun jagung) yang sengaja dipotong dan
dikeringkan dengan bantuan sinar matahari atau dengan alat pengering sehingga
hijauan memiliki kadar air 10 – 15%. Pembuatan hay tanaman pakan ternak dapat
dilakukan dengan cara memotong atau mencincang tanaman (cincangan halus
terutama dilakukan pada bagian batang) dan selanjutnya dijemur pada hamparan
lokasi yang memiliki intensitas penyinaran yang baik atau pada alat pengering.
Untuk proses pembuatan hay melalui penjemuran dilakukan
pembalikan agar pengeringan bahan dapat berlangsung secara merata. Pada waktu
sore hari atau menjelang turun hujan, bahan dikumpulkan dan ditumpuk serta
ditutup dengan terpal plastik. Hal ini dilakukan untuk melindungi bahan dari
embun yang turun dimalam hari dan atau air hujan. Pada keesokan harinya
tumpukan kembali dijemur disertai pembalikan untuk meratakan proses
pengeringan. Pencapaian kadar air sebesar 10 – 15% biasanya memerlukan waktu 3
– 5 hari atau setelah tidak terjadi penurunan berat bahan saat penimbangan.
Selanjutnya dilakukan pengemasan dengan cara memasukkan bahan kedalam wadah
untuk memudahkan penyimpanan. Lokasi penyimpanan sebaiknya merupakan lokasi
yang bersih dan kering serta terhindar dari air hujan. Susunan wadah
penyimpanan yang rapi dan diberi jarak antar tumpukan sehingga akan memudahkan
pengambilan dan jumlah hay yang disimpan akan lebih banyak.
Republished by Sapi Qurban 2103 harga murah Cipelang Farm
Pemberian hay dapat dilakukan langsung pada ternak tanpa
perlakuan apapun. Hay dapat diberikan sebagai pakan tunggal untuk ternak.
Kebanyakan ternak ruminansia memiliki tingkat kesukaan yang tinggi, karena hay
yang diproses dengan baik memiliki bau seperti daun dan batang jagung segar dan
rasanya manis. Bila ternak belum mau, maka pemberian dapat dilakukan sedikit
demi sedikit sampai ternak memiliki tingkat kesukaan yang baik. Satu kilogram
hay setara dengan tujuh kilogram tanaman pakan ternak segar.
Republished by Sapi kurban Cipelang Farm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar