SWASEMBADA DAGING SAPI 2
Republished by Sapi Urban / Kurban harga murah Cipelang Farm
BAB VII
STRATEGI PENCAPAIAN
SASARAN
Strategi untuk mencapai sasaran swasembada
daging sapi 2014 adalah strategi
yang megutamakan keterpaduan antara pendekatan
teknis, ekonomis, kelembagaan,
pembiayaan dan regulasi. Masing-masing
pendekatan ini tidak berdiri sendiri
melainkan saling ketergantungan sehingga
menimbulkan efek sinergi.
A. Teknis
Pendekatan teknis adalah strategi yang
terkait dengan aspek perbibitan,
budidaya, kesehatan hewan, kesehatan
masyarakat veteriner dan pakan.
Pendekatan ini akan terkait dengan langkah
operasional teknis yang secara rinci
diuraikan ke dalam masing-masing pedoman
teknis.
B. Ekonomis
Pendekatan ekonomis adalah strategi yang
diarahkan untuk secara umum
mengatur, stock ternak yang ada sehingga
stock meningkat mengarah kepada
kemampuan domestik sebesar 90% dari
kebutuhan konsumsi daging masyarakat.
Pada pendekatan ini dilakukan pengaturan
stock dan impor melalui instansi yang
berwenang sehingga supply tetap terjamin.
Melalui strategi ini akan dapat dihitung
juga pengaruhnya terhadap pendapatan
peternak terutama adanya dampak impor
terhadap harga dalam negeri.
C. SDM dan Kelembagaan
Pendekatan ini merupakan pendekatan untuk melengkapi
SDM dan
kelembagaan sesuai dengan kebutuhan. Dalam
melengkapi SDM dan
kelembagaan tersebut dapat terjadi proses
revitalisasi kelembagaan, dalam arti
peningkatan kapasitas dan kompetensi para
pelaku dan kelembagaannya.
D. Pembiayaan
Pendekatan pembiayaan ini dipilih karena
terdapat tugas-tugas dan
wewenang yang harus dijalankan oleh
pemerintah dan oleh masyarakat. Pada
prinsipnya pendanaan pemerintah digunakan
sebagai leverage untuk
menumbuhkan pembiayaan yang berasal dari
swasta dan masyarakat. Faktor
leverage tersebut terutama untuk
perbibitan dan penanganan kesehatan hewan
serta kesehatan masyarakat veteriner.
Karena sifat program yang bersifat
mendesak maka kebutuhan pembiayaan sebagian
besar akan ditanggung oleh
pemerintah dan pemerintah daerah.
20
E. Regulasi
Strategi regulasi ini untuk melengkapi
pilihan-pilihan strategi lainnya. Domain
regulasi lebih banyak berada pada
pemerintah pusat ataupun daerah. Apabila
diperlukan dapat dilakukan regulasi baru
atau deregulasi ataupun penghapusan
regulasi yang berlaku selama ini dalam
rangka memenuhi tuntutan perkembangan
keadaan.
BAB VIII
KEGIATAN OPERASIONAL
A. Penyediaan
Bakalan/Daging Sapi Lokal
1. Pengembangan usaha
pembiakan dan penggemukan sapi lokal
Kegiatan ini ditargetkan untuk meningkatkan populasi
ternak sapi dan
produksi daging, melalui pelaksanaan kegiatan
operasional sebagai berikut :
a. Pengembangan usaha pembiakan dan
penggemukan atau tunda potong
sapi lokal dan sapi persilangan (IB) melalui
penguatan modal usaha
kelompok peternak, dengan cara memberikan
fasilitas kredit murah
maupun pemberian modal abadi (dalam bentuk
bantuan sosial) dari
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, atau
pemerintah daerah kepada
kelompok peternak yang dipilih berdasarkan
kriteria tertentu.
b. Peningkatan usaha agribisnis sapi potong
untuk usaha pembiakan dan
penggemukan sekaligus mempercepat peningkatan
populasi ternak
melalui Sarjana Membangun Desa (SMD), dengan
cara pemberian kredit
murah jangka panjang dan atau modal abadi
(dalam bentuk bantuan
sosial) dari pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, atau pemerintah
daerah kepada kelompok peternak yang dimotori
oleh peternak
berpendidikan minimal sarjana/D3
Peternakan/Keswan yang dipilih
berdasarkan kriteria tertentu.
2. Pengembangan pupuk
organik dan biogas
Dalam rangka meningkatkan pengembangan usaha
pembiakan dan
penggemukan sapi lokal dan/atau sapi
persilangan (IB) melalui pola Kereman,
kegiatan ini ditargetkan untuk menghasilkan
pupuk organik dan biogas melalui
kegiatan operasional sebagai berikut :
a. Pengembangan pupuk organik dan jaringan
pemasaran, dengan cara:
1) Pemberian bantuan dana untuk membangun
rumah kompos
(bangunan penyimpan kotoran ternak untuk
diproses lebih lanjut)
beserta semua perangkatnya di kelompok
beserta untuk pengadaan
ternak.
22
2) Pemberian pelatihan manajemen dan
organisasi bagi kelompok
peternak pengelola rumah kompos, beserta
pelatihan usaha
agribisnis sapi potong berbasis sumberdaya
lokal.
3) Fasilitasi promosi dan pengembangan
jaringan pemasaran kompos
dan tata-niaga ternak.
b. Pembangunan instalasi biogas untuk
penyediaan energi alternatif di
pedesaan, dengan cara:
1) Pemberian bantuan dana untuk membangun
instalasi biogas beserta
seluruh perangkat penunjangnya di kelompok
peternak yang
populasinya memiliki jumlah minimal tertentu
dan secara fisik lokasi
kandangnya berkelompok.
2) Pemberian pelatihan dalam pemanfaatan
biogas secara optimal bagi
anggota kelompok peternak.
3. Pengembangan integrasi
ternak sapi dan tanaman
Kegiatan pengembangan integrasi
tanaman-ternak ditargetkan untuk
memberikan nilai tambah bagi pengembangan
usaha budidaya tanaman,
sekaligus dengan meningkatkan jumlah populasi
ternak sapi melalui kegiatan
operasional sebagai berikut :
a. Integrasi tanaman-ternak untuk usaha
budidaya sapi di lahan perkebunan,
lahan tanaman pangan, lahan hortikultura, dan
lahan kehutanan, dengan
cara:
1) Koordinasi dengan perusahaan yang berperan
sebagai inti, antara
lain PTP/Perusda/swasta perkebunan/kehutanan
atau pertambangan
2) Pemberian kredit murah jangka panjang dan
atau modal abadi dari
pemerintah, pemerintah provinsi, atau
pemerintah daerah kepada
kelompok peternak yang memelihara ternaknya
di lahan perkebunan,
di sekitar lahan tanaman pangan, hortikultura
atau di lahan
kehutanan, untuk digunakan dalam pengadaan
sapi bibit dan fasilitas
pendukungnya.
3) Pengadaan sarana prasarana untuk
mewujudkan usaha peternakan
pola integrasi dan untuk mencukupi kebutuhan
pakan dari limbah
pengolahan sawit (BIS) atau limbah
agroindustri lainnya (tetes,
onggok, dlsb).
b. Integrasi ternak-tanaman melalui program
CSR dari perusahaan
perkebunan atau agribisnis lainnya, dengan
cara:
23
1) Perusahaan agribisnis (di luar bidang
peternakan) menyediakan
bantuan ternak, kredit lunak, ataupun modal
abadi kepada kelompok
peternak yang berusaha di lahan perusahaan
tersebut untuk
menambah populasi sapi.
2) Perusahaan pertambangan atau lainnya
(bukan usaha agribisnis
peternakan) menyediakan bantuan ternak,
kredit lunak, ataupun
modal abadi bagi kelompok peternak di sekitar
atau di luar usaha
non-agribisnis tersebut untuk mengembangkan
usaha peternakan.
Usaha yang merupakan implementasi program CSR
perusahaan
tersebut dikembangkan dengan menggunakan pola
inti-plasma.
4. Pemberdayaan dan
peningkatan kualitas RPH
Peningkatan kualitas RPH ditargetkan untuk
penerapan hygiene dan
sanitasi di RPH dalam upaya penyediaan pangan
asal ternak yang ASUH
(Aman Sehat Utuh dan Halal). Dengan kegiatan
ini diharapkan akan terwujud
25 RPH di 20 provinsi yang memenuhi standar
internasional. Kegiatan ini
diharapkan akan dapat memudahkan pencegahan
pemotongan sapi betina
produktif. Adapun pelaksanaan kegiatan
operasional meliputi :
a. Pembangunan RPH baru di provinsi yang
memiliki potensi dalam usaha
pemotongan hewan namun belum memiliki
fasilitas RPH yang memenuhi
persyaratan teknis hygiene-sanitasi dengan
cara:
1) Pembangunan RPH baru yang memenuhi
persyaratan teknis hygienesanitasi
dan kesejahteraan hewan, baik dari aspek
lokasi, prasarana
jalan dan air bersih, bangunan, dan
peralatan.
2) Penyiapan Sumberdaya Manusia RPH yang terampil
dan terlatih.
3) Peningkatan kemampuan pengelola RPH dalam
menerapkan
manajemen RPH sebagai sarana pelayanan
masyarakat untuk
menghasilkan produk yang ASUH.
b. Renovasi RPH yang sudah ada dengan cara:
1) Fasilitasi perbaikan bangunan dan/atau
peralatan RPH sehingga
mampu menerapkan praktek hygiene-sanitasi dan
kesejahteraan
hewan.
2) Pembinaan pelayanan teknis kesmavet di
RPH.
3) Penatalaksanaan manajemen dan operasional
RPH yang mengacu
kepada prinsip sistem jaminan keamanan dan
kehalalan pangan.
B. Peningkatan
Produktivitas dan Reproduktivitas Ternak Sapi Lokal
5. Optimalisai IB dan InKA
Kegiatan ini ditargetkan untuk meningkatkan
jumlah kelahiran melalui
teknik IB dan InKA, dengan melaksanakan
kegiatan operasional sebagai
berikut:
a. Penambahan jumlah akseptor IB, dengan
cara:
1) Redistribusi sapi betina produktif hasil
penjaringan maupun
pemanfaatan sapi ex-impor yang layak
dibiakkan.
2) Pendataan peternak yang ternaknya dapat
dijadikan akseptor dalam
perkawinan melalui teknik IB.
3) Penambahan jumlah straw semen beku 80%
melebihi jumlah
akseptor, melalui program pemerintah maupun
KSO (swadaya).
4) Pengembangan sarana prasarana
pendistribusian straw semen
beku, termasuk fasilitas untuk inseminator.
5) Pembangunan Unit Layanan Inseminasi Buatan
(ULIB) di sekitar
lokasi beberapa kelompok peternak yang
memiliki jumlah minimal
tertentu dan peternaknya siap untuk mengikuti
program IB.
6) Pembangunan Unit Wilayah Inseminasi Buatan
(UWIB) sebagai unit
yang mengkoordinir ULIB di wilayah
masing-masing.
7) Pelatihan bagi inseminator, pemeriksaan
kebuntingan (PKB), dan
asisten teknis reproduksi (ATR).
8) Penambahan dan replacement bibit jantan
sebagai donor semen di
Balai/Balai-Besar IB.
9) Penambahan jumlah tenaga inseminator
mandiri melalui pelatihan
bagi pemuda desa dan pemberian bantuan
peralatan IB.
10) Pemberdayaan Pos IB dan keswan.
b. Penambahan jumlah akseptor InKA dan
pejantan pemacek dengan cara:
1) Pengadaan dan distribusi pejantan pemacek
di kelompok peternak
yang belum memanfaatkan teknik IB dan belum
memiliki pejantan
berkualitas.
2) Pendataan kelompok peternak yang sapi
betina produktifnya tidak
dikawinkan melalui teknik IB.
3) Penguatan manajemen dan organisasi
kelompok peternak dalam
mengelola sapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar